Peringatan Hari Besar Islam Bercampur Budaya
Di berbagai daerah Indonesia, kita bisa temui peringatan hari besar Islam yang ditandai dengan tahlilan, memandikan benda pusaka peninggalan leluhur, dan adat-adat lainnya, seperti sekatenan, grebeg maulud, dan tumplak wajik.Adat yang dilakukan tersebut sebenarnya tidak ada dalam riwayat agama Islam. Toh, sahabat Nabi dan Rasul pun tidak mencontohkan demikian. Terlebih, Nabi dan Rasul tidak pernah menganjurkan hal tersebut.
Salah-salah, hal tersebut menyebabkan bentuk-bentuk musyrik sebab yang biasa dilakukan identik dengan kebiasaan agama, selain Islam. Namun, kultur tetaplah kultur. Apa yang dilakukan dan diyakini oleh kebanyakan orang sepertinya memang menjadi kemestian untuk dianggap menjadi sebuah kebenaran.
Peringatan Hari Besar Islam di Kalender Hijriah
Peringatan hari besar Islam mengikuti kalender penanggalan islam, yakni kalender Hijriah. Kalender Hijriah ini ditandai dengan hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah. Khalifah Umar bin Khatablah yang menetapkan penggunaan kalender Hijriah.Penetapan mulainya 1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah Nabi Muhammad wafat. Kalender Hijriyah berkisar antara 29-30 hari setiap bulannya dan tiap tahun terdiri dari 12 bulan. Kalender Hijriah difokuskan pada silkus sinodik bulan kelender lunar (bulan penuh).
1. Idul Adha
Sesaat sebelum anaknya bernama Ismail disembelih, turun kekuasaan Tuhan yang mengganti anaknya dengan seekor domba. Dari sanalah, Idul Kurban bermula sebagai bentuk pengorbanan dan penyucian harta manusia. Idul Kurban ini diperingati setiap 10 Dzulhijah.
Tiga hari setelahnya, kurban masih bisa dilakukan. Umat Islam dilarang berpuasa pada 11-13 Dzulhijah yang disebut dengan hari Tasyriq.
2. Idul Fitri
3. 1 Muharam
4. Maulid Nabi
17 Rabiul Awal bertepatan dengan kelahiran Imam Syiah mereka yang keenam, yaitu Imam Ja'far ash-Shadiq. Peringatan ini kerap disebut Maulid Nabi atau Maulud. Beberapa ulama menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang bid’ah, karena bukan merupakan ajaran nabi.
5. Hari Asyura
Bagi kaum Sunni, hari tersebut diyakini sebagai hari saat Nabi Musa berpuasa sebagai bentuk syukur atas terbebasnya kaum Yahudi dari Fir’aun. Menurut keyakinan kaum Sunni, Nabi Muhammad pun berpuasa pada hari tersebut dan meminta umatnya untuk berpuasa juga.
6. Isra’ dan Mi’raj
7. Nuzulul Qur’an
Hukum Merayakan Peringatan Hari Besar Islam
Hampir setiap peringatan hari besar Islam selalu diperingati oleh kaum muslimin. Meski kini santer menjadi perdebatan, apakah peringatan-peringatan hari besar Islam tersebut boleh dilaksanakan atau tidak? Sejatinya, permasalahan ini tidak perlu diributkan. Namun tetap saja ada yang menjadikannya sebagai permasalahan besar. Bahkan, hingga diklaim sebagai bid’ah dan mendapatka balasan neraka.Sejatinya, tak semua yang tidak dilakukan dan tidak ada larangan Rasulullah Saw. disebut sebagai bid’ah. Benar, definisi bid’ah adalah melakukan perbuatan yang tidak dilakukan Rasulullah Saw. Namun, apakah kita hanya sebatas melakukan amaliah yang dilakukan Rasulullah Saw. saja? Jika demikian, tentu cukup banyak sahabat Rasulullah Saw. yang melakukan perbuatan bid’ah. Beranikah mengklaim mereka telah melakukan perbuatan bid’ah?
Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat yang telah melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw. sebelumnya. Yaitu, menjadikan shalat tarawareh 20 rakaat dengan shalat berjamaah. Padahal, Rasulullah Saw. tidak pernah melakukan hal tersebut.
Termasuk penanggalan hijriyah, juga termasuk dalam kategori bid’ah. Karena Rasulullah Saw. tidak melakukan dan menganjurkan seorang pun untuk membuat kalender hijriyah. Hanya kebijakan Umar bin Khattab hingga terciptalah kelender hijriyah. Karena itu, jangan pandang pengertian bid’ah dengan begitu sempit.
Seharusnya klaim bid’ah layak diucapkan pada perbuatan yang sudah jelas nash menyebutkannya tidak boleh, namun dilakukan. Misalnya, melaksanakan puasa tanggal 1 Syawal. Ini diklaim bid’ah karena memang Rasulullah Saw. dan para sahabatnya tidak melakukan, plus diiringi dengan dalil yang mengharamkan puasa tanggal 1 Syawal.
Iringilah Peringatan Hari Besar Islam dengan Ibadah
Untuk memperkecil ruang lingkup perdebatan, hendaklah dalam setiap kali memperingati hari besar islam dengan ibadah. Misalnya dengan menyantuni anak yatim, melakukan pengajian, membaca Qur’an, sunatan masal dan sebagainya. Namun jangan diklaim bahwa peringatan hari besar islam hanya diisi dengan kegiatan ibadah tertentu. Inilah yang bakal bisa diklaim sebagai biang munculnya bid’ah.Pasalnya, jika memperingati hari besar Islam dilaksanakan dengan ibadah seperti pengajian. Tak ada satu dalil, baik al-Qur’an maupun Hadis, yang melarang melakukan kegiatan dengan pengajian. Bahkan Rasullullah Saw. sangat menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu. Rasulullah Saw bersabda, “Jadilah kamulah seorang ‘alim yang mengajarkan ilmunya, atau menjadi pelajar, atau menjadi pendengar, atau pencinta ilmu.Dan janganlah kamu jadi yang kelima, maka kamu akan celaka. “ yang kelima maskudnya adalah orang yang benci dengan ilmu.
Di dalam hadis yang lain, Rasulullah Saw. ditanya, “Ya Rasul, amal apa yang paling afdhal?” Lalu dijawab oleh Rasulullah Saw.”orang yang berilmu yang dengan ilmunya mengenal Allah.”
Maka dari itu, adalah bijaksana bila mengadakan peringatan hari besar Islam hendaklah diisi dengan kegiatan keagamaan. Jangan masukkan budaya-budaya yan tidak mendukung kearah ilmu dan amal. Pasalnya, inilah yang bisa menjadi kian merebaknya perdebatan antara, apakah boleh memperingati hari besar Islam atau tidak? Persoalan ini sejatinya ditinjau dari dua tinjauan. Jika ditinjau dari tidak pernah dilakukan Rasulullah, tentu saja tidak pernah. Namun jika ditinjau dari sisi apa yang diperingati dan aktivitas apa yang dilakukan, tentunya tak serta-merta mengklaimnya dengan bid’ah.
0 comments:
Post a Comment
Jika anda menyukai artikel ini, mohon dikomentari dengan cara yang sopan dan santun.