
Fatwa-Fatwa Ulama Syi’ah Dan Sunni Mengenai Keikutsertaan Dalam Salat Berjamah Dengan Mazhab Islam Lainnya
(Sumber: Istifta sekaitan dengan Ibadah Haji)
Soal: Dengan menghadiri salat berjamaah bersama Ahlusunnah (Sunni) dan menunaikan salat harian bersama mereka, apakah cukup untuk melepaskan kewajiban salat ataukah tidak?
Berikut Jawabannya:
Ayatullah Uzhma Imam Khomeini, Syekh Ali Araki, Sayid Ali Khamenei, Fadhil Lankarani, Yusuf Shanei dan Syekh Makarim Syirazi: Hal itu (salat bersama Sunni) cukup (sah).
2. Ayatullah Gulpaygani: Mendirikan salat dengan kaum Sunni ketika itu diperlukan adalah tepat. Sebaliknya, adalah baik untuk ikut serta dalam salat berjamaah mereka namun salat harus dilakukan dengan tata cara Syi’ah sepenuhnya dengan penuh ketaatan.
3. Ayatullah Bahjat: Adalah tepat mengambil bagian dalam salat berjamaah mereka.
4. Ayatullah Tabrizi dan Ayatullah Khui: Jika orang mendirikan salat dengan membaca bagian esensial salatnya sendiri, bahkan dalam salat berjamaah yang dilakukan dengan taqiyah, itu sudah cukup.
5. Ayatullah Zanjani: Adalah penting untuk mengambil bagian dalam salat berjamaah Ahlusunnah namun untuk kehati-hatian salat harus dilakukan sekali lagi.
6. Ayatullah Sistani: Adalah mungkin untuk bermakmun kepada para imam mazhab Islam lainnya dalam menunaikan salat wajib sehari-hari namun orang yang turt dalam salat tersebut harus membaca Surah al-Fatihah dan al-Ikhlas secara berbisik. Ayatullah Sistani mengatakan setelah salat Jumat, salat zuhur harus dilakukan. Demikian juga pandangan Ayatullah Khui dan Tabrizi.
7. Ayatullah Shafi: Jika itu menuntut keikutsertaan dalam salat berjamaah dengan Ahlusunnah, itu tepat (dilakukan). Dan jika keikutsertaan menghasilkan terciptanya persaudaraan di hati kaum Syi’ah dan Sunni dan menghilangkan tuduhan terhadap Syi’ah, ia tepat dilakukan dan tidak perlu untuk melakukannya (salat) lagi.
Soal: Apakah ikut serta dalam salat jamaah dengan Ahlusunnah berlaku khusus di Masjidil-Haram dan Masjid Nabi ataukah cukup (sah) di masjid-masjid lain?
Jawab
(Sumber: The viewpoints of the Contemporary Jurisprudence, Vol.1, by Prof. Yusuf Qardhawi)
3.1- Tidak apa-apa meninggalkan yang utama dalam menunaikan salat dengan tujuan menghormati pendapat-pendapat mazhab Islam lain. Jika karena keragaman orang-orang yang ikut serta dalam salat jamaah, Imam salat jamaah mengabaikan sesuatu, contohnya, mengucapkan bismillah dengan sangat cepat dan tidak membaca doa (qunut) ketika salat subuh tidak ada dosa apa pun baginya dan itu tidaklah penting. Kepada para pengikut yang mengikuti imam dari mazhab yang lain ketika melaksanakan salat fardhu mereka, saya katakan, “Jika Anda mengikuti imam mazhab Islam yang lain yang berbeda dengan Anda berkenaan dengan kedua hal di atas, maka laksanakanlah salat Anda karena itu tidaklah penting.”
3.2. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, ketika ia tiba di Baghdad, tanah air dan tempat kelahiran Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya, selama melaksanakan salat subuh ia tidak membaca doa qunut karena menghormati kepada yang lainnya (Mazhab Hanafi). Ini merupakan indikasi kesopanan dari tokoh-tokoh terpandang. Mereka bahkan menghormati orang yang sudah wafat dari (mazhab) yang lainnya dan metode ini merupakan dispensasi yang memberi kemudahan sehubungan dengan pendapat-pendapat (mazhab) lainnya.
3.3. Di sebutkan dalam tanya jawab dari Dar al-Fatwa al-Mishriah yang disusun oleh Ibn Taimiyah yang berkata: “Adalah tepat untuk mempertimbangkan koalisi tersebut, sehingga imam mesjid-mesjid adakalanya membaca bismillah (atas nama Allah) di dalam salat berjamaah karena memandang kelayakan tersebut dalam cara yang relevan dan karena menciptakan kasih sayang di antara hati-hati.”
3.4. Kesediaan para pengikut suatu mazhab untuk meninggalkan prioritas-prioritas itu (menurut mazhabnya masing-masing) adalah tepat seperti yang dilakukan oleh Nabi Islam saw ketika berupaya mencegah antipati di tengah-tengah umat yang merasa paling berhak atas perbaikan Ka’bah suci.
4. Fatwa dari Mufti Agung Mesir
Yang Terhormat Profesor Dr. Washel Nasr, Mufti Agung Mesir.
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Yang Mulia diminta untuk menyatakan sudut pandangnya ihwal bermakmum kepada para pengikut mazhab Islam dari mazhab yang mengikuti mazhab Ahlulbait selama melaksanakan salat fardhu sehari-hari: Apakah tepat untuk mengikuti mereka ataukah tidak?
16 Syawal 1421
Jawab:
Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Sudah maklum bahwa setiap Muslim yang beriman kepada Allah Swt, bersyahadat atas monoteisme (tauhid), mengakui misi Nabi Muhammad saw, tidak menyangkal perintah-perintah agama dan orang yang dengan sepenuhnya sadar akan rukun-rukun Islam dan salat dengan tata cara yang benar, maka niscaya juga tepat baginya sebagai imam salat jamaah bagi yang lain dan juga mengikuti imamah orang lain ketika melakukan salat sehari-hari meskipun ada perbedaan-perbedaan (paham) keagamaan di antara imam dan makmumnya. Prinsip ini pun berlaku bagi Syi’ah Ahlulbait as.
Kita bersama mereka (Syi’ah Ahlulbait) berkenaan dengan Allah, Nabi saw, Ahlulbait Nabi saw dan sahabat-sahabatnya. Tidak ada satu perbedaan pun di antara kita dan mereka mengenai prinsip-prinsip dan dasar-dasar Syari’ah Islam dan kewajiban-kewajiban agama yang pasti.
Ketika Allah Swt memberikan rahmat-Nya kepada kami untuk bisa hadir di Republik Islam Iran tepatnya di kota-kota seperti Tehran dan Qum . Ketika kami menjadi imam salat berjamaah mereka bermakmum kepada kami, begitu juga ketika mereka menjadi imam kami bermakmum kepada mereka.
Karena itu, kami memohon kepada Allah Swt untuk melahirkan persatuan di antara umat Islam, menghapus setiap permusuhan, kesulitan, perbedaan di antara mereka dan mengangkat kesulitan-kesulian yang ada di antara mereka sekaitan dengan fikih dan kewajiban-kewajiban agama yang sekunder.
16 Syawal 1421 H/1 Desember 2001
Dr. Farid Nasr Washel
Mufti Mesir
Sumber Situs ISLAT (Islam Alternatif)
(Sumber: Istifta sekaitan dengan Ibadah Haji)

Soal: Dengan menghadiri salat berjamaah bersama Ahlusunnah (Sunni) dan menunaikan salat harian bersama mereka, apakah cukup untuk melepaskan kewajiban salat ataukah tidak?
Berikut Jawabannya:
Ayatullah Uzhma Imam Khomeini, Syekh Ali Araki, Sayid Ali Khamenei, Fadhil Lankarani, Yusuf Shanei dan Syekh Makarim Syirazi: Hal itu (salat bersama Sunni) cukup (sah).
2. Ayatullah Gulpaygani: Mendirikan salat dengan kaum Sunni ketika itu diperlukan adalah tepat. Sebaliknya, adalah baik untuk ikut serta dalam salat berjamaah mereka namun salat harus dilakukan dengan tata cara Syi’ah sepenuhnya dengan penuh ketaatan.
3. Ayatullah Bahjat: Adalah tepat mengambil bagian dalam salat berjamaah mereka.
4. Ayatullah Tabrizi dan Ayatullah Khui: Jika orang mendirikan salat dengan membaca bagian esensial salatnya sendiri, bahkan dalam salat berjamaah yang dilakukan dengan taqiyah, itu sudah cukup.
5. Ayatullah Zanjani: Adalah penting untuk mengambil bagian dalam salat berjamaah Ahlusunnah namun untuk kehati-hatian salat harus dilakukan sekali lagi.
6. Ayatullah Sistani: Adalah mungkin untuk bermakmun kepada para imam mazhab Islam lainnya dalam menunaikan salat wajib sehari-hari namun orang yang turt dalam salat tersebut harus membaca Surah al-Fatihah dan al-Ikhlas secara berbisik. Ayatullah Sistani mengatakan setelah salat Jumat, salat zuhur harus dilakukan. Demikian juga pandangan Ayatullah Khui dan Tabrizi.
7. Ayatullah Shafi: Jika itu menuntut keikutsertaan dalam salat berjamaah dengan Ahlusunnah, itu tepat (dilakukan). Dan jika keikutsertaan menghasilkan terciptanya persaudaraan di hati kaum Syi’ah dan Sunni dan menghilangkan tuduhan terhadap Syi’ah, ia tepat dilakukan dan tidak perlu untuk melakukannya (salat) lagi.
Soal: Apakah ikut serta dalam salat jamaah dengan Ahlusunnah berlaku khusus di Masjidil-Haram dan Masjid Nabi ataukah cukup (sah) di masjid-masjid lain?
Jawab
- Imam Khomeini, Ayatullah Araki, Ayatulah Khamenei: Ia pun cukup (sah) (dilakukan) di tempat-tempat lain.
- Ayatullah Gulpaygani: Itu tidak khusus berlaku di Masjidil Haram namun mungkin juga di seluruh mesjid. Ia adalah mustahab dan lebih disukai.
- Ayatullah Fadhil: Tidak khusus untuk dua mesjid itu.
- Ayatullah Bahjat: Tidak ada perbedaan.
- Ayatullah Zanjani: Keduanya (mesjid) adalah sama.
- Ayatullah Makarim: Tidak ada perbedaan antara Masjidil-Haram dan Masjid Nabi serta masjid-masjid lainnya.
- Ayatullah Sistani: Tidak ada perbedaan antara Masjidil-Haram dan Masjid Nabi dengan masjid-masjid lainnya.
- Ayatullah Shafi: Di seluruh, mesjid perintah-perintahny a adalah sama sebagaimana jawaban yang telah diberikan untuk pertanyaan sebelumnya.
- Ayatullah Sanai: Ia cukup (sah) juga di mesjid-mesjid lain.
(Sumber: The viewpoints of the Contemporary Jurisprudence, Vol.1, by Prof. Yusuf Qardhawi)

- Profesor Wahbah Zuhaili: “Bermakmum kepada para imam dari mazhab Islam lain ketika mendirikan salat fardhu adalah benar dan tidak makruh karena para sahabat Nabi saw juga para tabiin secara konstan biasa mengikuti imam mazhab lain ketika melakukan salat fardhu. Ketika mereka mendapatkan perbedaan dalam aturan-aturan agama yang sekunder, itulah konsensus. Sebagaimana Ibnu Mas’ud mengikuti Khalifah Utsman sebagai imam dan melakukan salat sepenuhnya disebabkan untuk menghilangkan perbedaan yang mengarah pada pemberontakan.”
3.1- Tidak apa-apa meninggalkan yang utama dalam menunaikan salat dengan tujuan menghormati pendapat-pendapat mazhab Islam lain. Jika karena keragaman orang-orang yang ikut serta dalam salat jamaah, Imam salat jamaah mengabaikan sesuatu, contohnya, mengucapkan bismillah dengan sangat cepat dan tidak membaca doa (qunut) ketika salat subuh tidak ada dosa apa pun baginya dan itu tidaklah penting. Kepada para pengikut yang mengikuti imam dari mazhab yang lain ketika melaksanakan salat fardhu mereka, saya katakan, “Jika Anda mengikuti imam mazhab Islam yang lain yang berbeda dengan Anda berkenaan dengan kedua hal di atas, maka laksanakanlah salat Anda karena itu tidaklah penting.”
3.2. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, ketika ia tiba di Baghdad, tanah air dan tempat kelahiran Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya, selama melaksanakan salat subuh ia tidak membaca doa qunut karena menghormati kepada yang lainnya (Mazhab Hanafi). Ini merupakan indikasi kesopanan dari tokoh-tokoh terpandang. Mereka bahkan menghormati orang yang sudah wafat dari (mazhab) yang lainnya dan metode ini merupakan dispensasi yang memberi kemudahan sehubungan dengan pendapat-pendapat (mazhab) lainnya.
3.3. Di sebutkan dalam tanya jawab dari Dar al-Fatwa al-Mishriah yang disusun oleh Ibn Taimiyah yang berkata: “Adalah tepat untuk mempertimbangkan koalisi tersebut, sehingga imam mesjid-mesjid adakalanya membaca bismillah (atas nama Allah) di dalam salat berjamaah karena memandang kelayakan tersebut dalam cara yang relevan dan karena menciptakan kasih sayang di antara hati-hati.”
3.4. Kesediaan para pengikut suatu mazhab untuk meninggalkan prioritas-prioritas itu (menurut mazhabnya masing-masing) adalah tepat seperti yang dilakukan oleh Nabi Islam saw ketika berupaya mencegah antipati di tengah-tengah umat yang merasa paling berhak atas perbaikan Ka’bah suci.
4. Fatwa dari Mufti Agung Mesir
Yang Terhormat Profesor Dr. Washel Nasr, Mufti Agung Mesir.
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Yang Mulia diminta untuk menyatakan sudut pandangnya ihwal bermakmum kepada para pengikut mazhab Islam dari mazhab yang mengikuti mazhab Ahlulbait selama melaksanakan salat fardhu sehari-hari: Apakah tepat untuk mengikuti mereka ataukah tidak?
16 Syawal 1421
Jawab:

Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Sudah maklum bahwa setiap Muslim yang beriman kepada Allah Swt, bersyahadat atas monoteisme (tauhid), mengakui misi Nabi Muhammad saw, tidak menyangkal perintah-perintah agama dan orang yang dengan sepenuhnya sadar akan rukun-rukun Islam dan salat dengan tata cara yang benar, maka niscaya juga tepat baginya sebagai imam salat jamaah bagi yang lain dan juga mengikuti imamah orang lain ketika melakukan salat sehari-hari meskipun ada perbedaan-perbedaan (paham) keagamaan di antara imam dan makmumnya. Prinsip ini pun berlaku bagi Syi’ah Ahlulbait as.
Kita bersama mereka (Syi’ah Ahlulbait) berkenaan dengan Allah, Nabi saw, Ahlulbait Nabi saw dan sahabat-sahabatnya. Tidak ada satu perbedaan pun di antara kita dan mereka mengenai prinsip-prinsip dan dasar-dasar Syari’ah Islam dan kewajiban-kewajiban agama yang pasti.
Ketika Allah Swt memberikan rahmat-Nya kepada kami untuk bisa hadir di Republik Islam Iran tepatnya di kota-kota seperti Tehran dan Qum . Ketika kami menjadi imam salat berjamaah mereka bermakmum kepada kami, begitu juga ketika mereka menjadi imam kami bermakmum kepada mereka.
Karena itu, kami memohon kepada Allah Swt untuk melahirkan persatuan di antara umat Islam, menghapus setiap permusuhan, kesulitan, perbedaan di antara mereka dan mengangkat kesulitan-kesulian yang ada di antara mereka sekaitan dengan fikih dan kewajiban-kewajiban agama yang sekunder.
16 Syawal 1421 H/1 Desember 2001
Dr. Farid Nasr Washel
Mufti Mesir
Sumber Situs ISLAT (Islam Alternatif)
0 comments:
Post a Comment
Jika anda menyukai artikel ini, mohon dikomentari dengan cara yang sopan dan santun.